Terinspirasi oleh dua kali tulisan pak Neil S.Rupidara (Rektor UKSW) di wal FB-nya berjudul Extended Reality and The Future of Learning: UKSW, Are You Ready? (25 Juni) dan Coming Soon: UKSW – EON-Reality XR Collaboration (27 Juni), saya mencoba membagi hasil-hasil penelitian dari sumber-sumber yang telah menerapkan AR/VR dalam pembelajaran. Judul tulisan terakhir dari pak Neil memang terkesan menantang, tetapi itu lebih ke sebuah “peringatan” untuk bersiaga karena akan terjadi dalam waktu dekat. Semoga tulisan ini ikut membuka diskusi ke sana.
Sejak 2015 Manchester Metropolitan University telah menyelenggarakan International AR & VR Conference secara tahunan. Konferenesi ini mendatangkan para pakar teknologi, pendidik dan pebisnis dari berbagai penjuru dunia untuk mempresentasikan hasil penelitian terkait AR (Augmented Reality) & VR (Virtual reality). Tentu, dengan terlebih dahulu mengirimkan abtrak untuk diseleksi. Bagi yang abstraknya terpilih diundang untuk memberikan presentasi, kemudian hasil itu dikembangkan menjadi bab buku. Terakhir konferensi ke-6 pada November 2020 mengambil tema Immerce Tech and Future of Smart Cities, Virtual Conference 19th-20th, diselenggarakan secara virtual.
Sejumlah hasil confrence yang telah diseminasi menjadi buku, antara lain yang saya miliki dalam bentuk PDF adalah 2018 berjudul “Augmented Reality and Virtual Reality Empowering Human, Place and Business,” dan tahun 2019 berjudul “Augmented Reality and Virtual Reality The Power of AR and VR for Business.”
Saya ingin membahas buku kedua, khusus Part IV dibawah tema “AR & VR in Education.” Bab ini meliputi tiga tulisan yang merupakan hasil riset dan penerapan AR/VR di dunia pendidikan. Saya membuat ringkasan pembahasan ketiganya secara berturut-turut untuk sekadar memberikan gambaran bagaimana AR/VR diterapkan.
Tulisan pertama oleh Diana Andone and Mark Frydenberg berjudul “Creating Virtual Reality in a Business and Technology Educational Context.” Dalam tulisan ini Diana dan Mark membahas hasil proyek Talk Tech, dimana mahasiswa dari universitas di Amerika Serikat dan Rumania bekerja sama mempelajari penggunaan realitas virtual dalam konteks bisnis, kemudian membuat adegan VR mereka sendiri untuk bisnis atau industri tertentu. Dalam percobaan ini mahasiswa mengikuti skenario pembelajaran mobilitas virtual, lalu mengeksplorasi kemampuan realitas virtual dalam konteks pendidikan bisnis dan teknologi.
Pertama-tama mahasiswa meneliti aplikasi VR yang relevan dalam bisnis yang dipilihnya, atau memilih industri dan mengunjungi bisnis lokal atau lokasi yang terkait dengan industri tersebut. Kemudian mereka membuat adegan VR untuk dibagikan kepada mitra internasional mereka. Mahasiswa kemudian melihat adegan VR mitra kemudian membandingkannya dengan pengalaman mereka sendiri terkait adegan serupa di negara asal mereka. Mereka juga harus memberikan gambaran sekilas tentang budaya negara lain.
Misalnya, tim yang belajar tentang aplikasi VR di industri restoran masing-masing menyiapkan adegan VR di kedai kopi Starbucks lokal mereka, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Mereka mengambil gambar latar belakang fasilitas tersebut menggunakan aplikasi kamera 360 derajat pada smartphone, dan kemudian mengimpor gambar tersebut ke CoSpaces untuk menambahkan konten dan konteks tambahan. Dalam kedua kasus, Sprite animasi menyapa pelanggan. Siswa Rumania menambahkan percakapan yang menarik dalam gelembung obrolan sementara bintang kuning berputar menyoroti item roti atau pilihan kopi. Tim Amerika menambahkan unicorn dan permata berputar ke adegan mereka. Gambar 1b menunjukkan bagaimana artefak VR yang dibuat di CoSpaces muncul di browser, dan di perangkat seluler untuk dimasukkan ke dalam penampil VR Google Cardboard.
Para siswa mengerjakan proyek (menggarap konten VR) menggunakan CoSpaces, yaitu alat pembuat VR berbasis web. Para penulis (peneliti) berpendapat bahwa proyek TalkTech mendorong kewirausahaan dan membantu siswa membangun keterampilan literasi teknologi mereka sendiri.
Penelitian menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek guna memperkenalkan konsep VR dengan melibatkan siswa membuat konten VR orisinal yang terkait dengan bisnis atau industri. Partisipan proyek adalah 67 mahasiswa, dimana 37 diantaranya mahasiswa kehormatan dalam kursus pengenalan Teknologi Informasi tahun pertama di Universitas Bentley (Amerika Serikat), sementara 30 mahasiswa lainnya terdaftar dalam kursus Teknologi Multimedia di tahun keempat di Universitas Politehnica Timisoara (Rumania). Melalui kegiatan pembelajaran berbasis proyek, “peserta didik membangun pengetahuan dengan memecahkan masalah yang kompleks dalam situasi di mana mereka menggunakan alat kognitif, berbagai sumber informasi, dan individu lain sebagai sumber daya”
Adapun perangkat-perangkat (peralatan) yang digunakan adalah pertama; CoSpaces untuk merancang dan implementasikan avatar, sprite, atau konten virtual lainnya dan interaksinya dengan adegan VR. Kedua; perangkat seluler, atau dengan headset Google Cardboard. Kertiga; FlipGrid untuk demonstrasi video di platform, juga untuk berbagi video dengan mitra internasional. Keempat; ZeeMaps (alat pemetaan kolaboratif ) untuk membagikan artefak VR dan penelitian terkait. Kelima; headset Oculus Rift. Keenam; kamera 360 yang terhubung ke smartphone melalui Bluetooth.
Para peneliti dalam proyek ini ingin mendapatkan informasi tentang, 1).Bagaimana pengalaman siswa menggunakan alat dan aplikasi untuk membuat artefak VR asli? 2). Bagaimana proses pembuatan artefak VR memberi siswa wawasan tentang aplikasi bisnis masa depan dari teknologi ini? 3. Tantangan dan peluang apa yang disajikan saat memperkenalkan VR dalam proyek pembelajaran kolaboratif global?
Hasilnya? Beberapa kesimpulan dapat diringkaskan sebagai berikut:
1). Mayoritas partisipan (mahasiswa) menganggap AR dan VR mudah digunakan, jelas dan dapat dipahami, produktif, dan mendidik.
2). Testimoni partisipan mungkin bermanfaat untuk diketahui, bahwa: “Realitas virtual memberi penggunanya pengalaman simulasi tentang bagaimana rasanya berada di ruang atau lingkungan tertentu. Misalnya, saya mungkin menggunakan teknologi realitas virtual untuk melakukan perjalanan ke Venesia, Italia tanpa pernah menginjakkan kaki di luar rumah saya.”
3). Para mahasiswa juga menyadari perlunya kolaborasi dan menjadi produktif di lingkungan virtual: “Yang terpenting, proyek ini memberi pengalaman yang memberi saya pemahaman yang lebih baik tentang kerja kolaboratif di dunia bisnis. Tidak selalu pelaku bisnis berada di kota, negara bagian, atau negara yang sama. Oleh karena itu, sesulit apa pun, individu perlu menemukan cara untuk mempertahankan produktivitas dan efisiensi dalam bidang pekerjaan mereka.”
4). Sebagian besar siswa setuju atau sangat setuju bahwa berpartisipasi dalam proyek TalkTech ini mengajarkan mereka tentang budaya, kolaborasi, bekerja dalam tim internasional, dan pentingnya alat kolaborasi berbasis web dalam bisnis informasi/teknologi.
5). Mahasiswa juga belajar bahwa aplikasi bisnis VR akan mengubah cara perusahaan menyajikan dan menjual produk dan bagaimana pelanggan mengalaminya di beberapa industri. Mereka belajar bahwa membuat, berbagi, dan menjelajahi adegan VR dapat mengubah cara mereka mengalami dunia virtual, serta bagaimana mereka menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh di dunia virtual tersebut ke dunia nyata.
Nah, apakah UKSW sudah siap? Nampaknya tidak terlalu sulit, karenanya pasti atau harus bisa. Jadi, mari kita dukung semangat pak Rektor Neil S.Rupidara menghadirkannya dalam lingkungan pembelajaran UKSW. Sebuah terobosan yang akan mentransformasi cara belajar dan mengajar di kelas, dengan hasil yang nampaknya amat menjanjikan!
Tulisan ini ditulis dan di-share 28 Juni 2021 oleh Semuel S. Lusi diaplikasi Facebook.