Pengendalian epidemi memang tidak tunggal caranya. Ada berbagai elemen dari protokol pengendalian pandemi seperti Covid-19 yang telah kita pahami. 5M. 3T. Belakangan, segeralah divaksin. Namun, yang kita saksikan saat ini adalah mixed, unexpected results. Ada di sejumlah negara tampak trend makin terkendalinya penyebaran Covid-19. Sebagian menunjukkan seolah yang ada adalah kegagalan pengendalian. Ketika China misalnya berhasil menekan sangat rendah laju penyebaran internal negaranya, di Wuhan terutama, maka kita melihat sebagai contoh sukses. Contoh di China menunjukkan langkah taktis membangun rumah sakit lapangan dan pengerahan resources secara luar biasa kilat untuk bisa merawat semua yang terpapar dan sakit sekaligus dan secepat-cepatnya. Juga dilakukan lockdown total, bahkan dengan paksaan. Semua upaya dilakukan agar tidak membuka ruang siapapun “beredar” tanpa terkendali di masyarakat dan menyebarkan virus korona baru yang berasal dari kota Wuhan itu sendiri. China berhasil mengendalikan laju penyebaran di wilayahnya, walau tetap tidak bisa kalahkan virus ini karena penyebaran harian tetap terus terjadi. Namun, ini contoh berhasil. Saya juga biasa mencontohkan Taiwan yang sangat sigap dengan mekanisme border control yang efektif, menahan laju masuk Covid-19 ke wilayahnya, sambil cepat bekerja dengan mekanisme 3T untuk memburu dan menghentikan penyebaran virus jika berhasil masuk ke dalam wilayah. Masyarakat juga tampak menerapkan 5M dengan baik. Secara total, Taiwan adalah salah satu negara yang efektif mekanisme pencegahan dan penanganan Covid-19, di samping negara seperti Selandia Baru, sekalipun di 2021 ini jebol juga pertahanan Taiwan setelah melonggarkan border control-nya. Terjadi rapid spread di beberapa minggu terakhir, walau telah terjadi trend menurun kembali. Israel adalah contoh negara yang juga berhasil kendalikan penyebaran Covid-19 dengan secepat-cepatnya roll-out vaksinasi ke lebih dari 50% penduduknya dengan menggunakan vaksin terbaik efikasinya, Pfizer. Dampak signifikan pada penurunan penyebaran Covid-19 hingga berada di bawah 10 kasus tambahan per hari menunjukkan efektivitas cara di Israel. Hanya, mungkin karena merasa sudah menang, lengah lagi. Berbagai mekanisme pengendalian dilonggarkan dan kini terlihat Covid-19 is bounching back mengancam penduduk Israel, walau belum separah waktu-waktu sebelumnya. Kini angka penyebaran ada di kisaran 20an per hari, dengan kasus ekstrim mencapai 120an per hari. Itu semua contoh-contoh bagaimana mekanisme-mekanisme pengendalian dioperasikan untuk menekan laju penyebaran Covid-19, berhasil dan sekaligus gagalnya. Masih ada banyak contoh yang dapat kita analisis dan belajar darinya.
Bagaimana kita di Indonesia? Di januari 2021 saya telah mengemukakan, border control kita payah. Covid-19 adalah penyakit impor, datang dari luar. Luar negara, maupun luar daerah. Cara efektif pertama adalah kendalikan batas wilayahmu dan kita gagal. Sudah gagal di awal, masih gagal lagi dan lagi belakangan dalam urusan border control. 3T? Sami mawon. Banyak pihak menyerang rendahnya kapasitas testing kita. Fine. Namun, jika itupun sulit kita upayakan naik karena terbatasnya resources, lah ya jangan lemah lagi di tracing dan isolating. Namun, ini juga lemah? 5M? Sami mawon. Tidak perlu dijelaskan banyak. Covid-19 adalah penyakit interaksi sosial. Ada interaksi sosial, ada penyebaran. Dia menyerang sendi pokok kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Sudah begitu, katanya Covid-19 masih bisa dikendalikan melalui pikiran yang sehat sehingga imun tubuh juga sehat. Namun, tidak sedikit orang yang masih datang dengan psikologi tidak cocok dengan mekanisme pertahanan diri. Lagi-lagi Covid-19 menyerang basis pertahanan kita yang bukan saja pada titik identitas kita sebagai makhluk sosial, tetapi juga pada mekanisme pertahanan intra-individual kita, psikis dan metabolisme tubuh. Semoga tidak juga jebol identitas kita sebagai makhluk berpikir, juga spiritual-religius yang masih bisa mengingatkan kita time and again untuk berteduh di bawah kuasa ilahi sambil mencari jalan-jalan keluar. Lalu bagaimana vaksinasi? Ini andalan akhir dari pemerintah. Kita cukup cepat di awal, tetapi akhirnya melambat, mungkin karena perebutan akses vaksin antar negara. Ini sudah mulai bergerak lagi. Namun, contoh dari Israel, Inggris, UAE menunjukkan perlu tetapnya kita waspada karena sekalipun banyak menolong, tetapi vaksin bukan panacea, belum menjadi game changer. Varian delta (varian lainnya?) tampak masih bisa memorak-morandakan pertahanan kita dalam melawan virus cerdas ini. Jika di berbagai protokol pencegahan dan penanganan Covid-19 kita lemah, masihkah akan terus tergopoh-gopoh kita mengejar kasus demi kasus penyebaran Covid-19 karena virus korona baru ini lebih cerdik dari kita? Harusnya kita bisa mengatasinya.
Lalu apa cara kita melawan Covid-19? Mungkin belajar dan belajar adalah cara utama kita. Darinya umat manusia telah mencapai kemajuan peradabannya melampaui realitas mula-mula kemakhlukan kita. Dalam konteks Covid-19? Belajar untuk tenang. Belajar untuk pahami virus ini dan cara kerjanya, termasuk titik-titik lemahnya. Belajar untuk memahami diri kita sendiri sebagai makhluk manusia agar tahu bagaimana kita bisa hadapi virus ini. Belajar, belajar, belajar untuk temukan cara-cara yang tepat dalam merespon persoalan ini.
Saya mengingatkan kita lagi tentang pentingnya contact tracing yang tuntas untuk efektif mengendalikan penyebaran Covid-19. Saya tekankan dan tekankan berkali-kali soal contact tracing ini. Tidak ada yang baru kan. Lalu mengapa diulang-ulang? Karena kita tidak belajar dari pengalaman-pengalaman sendiri. Karena kita tidak belajar dari kondisi sendiri, misalnya dari kondisi data yang lemah untuk menjadi basis pengendalian pandemi ini. Padahal, evidence-based makin sulit diabaikan sebagai prinsip manajemen yang baik. Kalau data lemah, analisis lemah, lalu bertindaknya efektif? Walahualam. Faktanya, kita kini dihajar lagi oleh virus perusak ini. Semoga kita tetap dapat belajar terus dan dengan lebih cepat agar bisa efektif mengendalikan pandemi Covid-19. Gagal belajar=belajar untuk gagal? Mestinya kita tidak mau gagal. Kita mestinya bisa dan harus berhasil.Salam sehat dari kota di kaki gunung merbabu yang belum juga berhasil tetapi diharapkan segera bisa kendalikan penyebaran Covid-19.
Tulisan ini ditulis dan di-share 23 Juni 2021 oleh Neil S. Rupidara diaplikasi Facebook.