Rektor pertama UKSW, Dr. Oeripan Notohamidjojo pernah menyatakan bahwa salah satu tugas perguruan tinggi (harusnya termasuk akademisi di dalamnya) adalah, “… memelihara dan mengembangkan ilmu, mencari kebenaran [yang] berdaulat, yang mentransendensikan manusia, bangsa dan negara…” Ia melanjutkan, “Mencari dan menyelidiki kebenaran dalam segala jurusan … sebagai suatu nilai yang tegak sendiri dalam kejujuran, kekhidmatan, kerendahan hati dan kebenaran.” Itu diucapkan pak Noto di 30 November 1956, saat pembukaan PTPG-KI, cikal bakal UKSW. Jadi adalah tanggung jawab dan tugas ilmuwan untuk mengupayakan pengembangan ilmu pengetahuan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Dalam hal itu, sikap ilmiah para saintis adalah mengikuti where the evidence leads us.
Belakangan ini saya bergumul serius soal sains, saintis, dan kebenaran dalam konteks covid-19. Riuh rendah suara-suara yang menuntut kejujuran dan keterbukaan China terhadap apa yang sesungguhnya terjadi dengan asal muasal virus SARS-CoV2 telah mengedapankan saintis-saintis dunia di bibir jurang persoalan masih adakah dan akankah kebenaran terungkap dalam soal ini. Paling sedikit nama seperti Anthony Fauci, Peter Daszak, Shi Zhengli (bat woman) ada di frontier persoalan ini. Belum lagi tim peneliti WHO, tim peneliti di Lab Virologi Wuhan, dan lain sebagainya. Di awal keyakinan tinggi diekspresikan para ahli bahwa the new coronavirus adalah varian mutasi alami dari kelelewar yang entah bagaimana menginfeksi manusia dan memunculkan covid-19. Kecurigaan virus itu adalah hasil rekayasa genetik di dalam laboratorium yang entah bagaimana bocor dan menyerang manusia (lab leak theory) ditempatkan pada posisi conspiracy theory yang harus ditolak. Sebagai ilmuwan (sosial), saya percaya pada sikap ilmiah dan karena otoritas publik seperti Fauci berpandangan kebocoran dari lab sebagai hampir mustahil, maka saya mencoba meyakini demikian. Namun, ketika evidence demi evidence baru kini mengemuka, misalnya bahwa sesungguhnya telah ada kasus covid-19 (SARS like) sebelum kejadian yang resmi dilaporkan China dan WHO, maka hipotesis wet, wild, market di Wuhan sebagai sumber penyebaran zoonotic dapat dipertanyakan kembali. Sejumlah evidence lain, misalnya penolakan bahwa peneliti di Wuhan memelihara kelelawar di dalam lab belakangan dibuktikan terbalik melalui sebuah video menunjukkan bahwa memang ada kelelawar-kelelawar dipelihara di lab itu. Foto-foto bahwa para peneliti itu berada di sebuah gua penuh kelelawar dan bahkan ada kelelawar hinggap di topi seorang peneliti setidaknya menunjukkan bahwa ada terjadi riset terhadap kemungkinan mutasi genetik virus korona dari kelelawaran yang diperkirakan dapat bersifat lebih mematikan dari penyakit-penyakit sebelumnya. Namun, riset ini tampak ditutup-tutupi.
Evidence bahwa ada pendaaan Amerika ke riset di Wuhan itu terungkap belakangan dan menjadikan lab leak theory menjadi kontroversi kembali dan bahkan Presiden Biden memerintahkan untuk fenomena ini harus dapat dijelaskan dalam 90 hari. Evidence bahwa email-email kepada dan dari Anthony Fauci membuatnya berada dalam yang relatif sulit untuk memertanggungjawabkan sikap-sikapnya yang diekspresikan ke publik yang selama ini dipegang sebagai berbasis kebenaran ilmiah. Semua itu yang menjadikan masalah ini kontroversial bagi saya, untuk kemudian mengangkat concern ini guna memertanyakan posisi saintis dan kebenaran dalam kasus covid-19. Sulit untuk memersoalkan posisi sains karena banyak saintis yang kini berharap lebih banyak evidence disingkap agar kesimpulan ilmiahnya menjadi lebih mantap. Karena itu sains harusnya terhindar dari persoalan bilamana ada yang sikap saintis tertentu yang tidak tepat dalam penyingkapan kebenaran. Namun, jika karena saintis-saintis tertentu tergelincir dan terjebak pada tindakan yang tidak pro penyingkapan kebenaran, maka sains bisa saja terkena dampak buruk perilaku anti-kebenaran. Karena itu, kita berharap para saintis, siapapun mereka, termasuk Fauci, Daszak, lebih pro kebenaran, bukan kepentingan-kepentingan non saintifik.
Mengangkat topik perenungan ini, saya memilih untuk tidak menyebarkan video-video yang menyingkap kumpulan evidence yang di antaranya saya ungkap di atas. Ada cukup banyak video relevan untuk dipelajari, termasuk 2 video NHK yang sudah pernah saya shared, yang memberi evidence indikatif akan persoalan lebih pelik dalam penyingkapan kebenaran asal muasal virus korona baru penyebab covid-19 sebagai penyakit. Saya malah ambil sebuah video wawancara dengan Anthony Fauci, yang di dalamnya Fauci memosisikan diri atau diposisikan sebagai saintis yang pro-kebenaran dan yang juga harus jujur dan rendah hati.
Tulisan ini ditulis dan di-share 17 Juni 2021 oleh Neil S. Rupidara diaplikasi Facebook.