Telah lama Dr Oeripan Notohamidjojo mengonsep misi kehadiran UKSW di muka bumi. Salah satu misi yang dirumuskan dan karenanya dititipkannya kepada sivitas akademika UKSW dari generasi ke generasi adalah membangun nisbah yang bermakna antara iman Kristen dan ilmu pengetahuan. 24 April 1963, pak Noto menyampaikan sambutan berjudul “Relasi Ilmu Pengetahuan dan Kepercayaan” pada perayaan Pengakuan Persamaan UKSW. Dalam sambutan itu beliau memberi makna atas predikat “Kristen” dan nama “Satya Wacana” pada UKSW sebagai sebuah universitas. Dalam konteks itulah beliau mengajukan 6 model relasi ilmu pengetahuan dan iman Kristen, dengan posisi “Kepercayaan (iman) [sebagai] horizon bagi ilmu pengetahuan“, sebagai model yang tepat bagi UKSW. Relasi antara kedua[nya] adalah relasi yang dinamis, orang percaya berdiri di dunia ini dengan horizon yang lain, dengan horizon pandangan dunia, hidup, dan kepercayaan yang lain. Orang Kristen terpanggil mengintegrasikan ilmu pengetahuannya dalam horizon kepercayaan kepada Logos.
Dalam upaya memasuki alam pikir dan menjalankan misi pembangunan nisbah iman – ilmu tersebut, UKSW telah memulainya pada 9 September 2019 dengan menghadirkan Dr. Karlina Supelli menyampaikan kuliah umum di bawah tema “Alam Semesta, Ilmu Pengetahuan, dan Agama.” Langkah itu diikuti dengan penyelenggaraan seri seminar filsafat oleh Pusat Pengembangan Pemikiran Kritis (CCTD) untuk menjadi fondasi dan bagian integral bagi telaah kritis dalam konteks relasi iman – ilmu. Di 2020, webinar-webinar terkait dilakukan, termasuk diskusi membedah pemikiran Richard Dawkins dalam bukunya The God Delusion, yang menghadirkan Prof. Herawaty Sudoyo (Biolog molekuler dari Eijkman Institute), Dr. Karlina Supelli (Filsuf, STF Driyarkara), dan saya sendiri sebagai intelektual Kristen. Acara tahun lalu ditutup dengan percakapan daring dengan Prof. (Emeritus) John Lennox (Matematika dan Filsafat Ilmu, Oxford) membahas “Dialog Kritis Sains dan Iman Kristen“.
Di tahun 2021 ini upaya membangun nisbah iman – ilmu terus dilanjutkan. Seri percakapan akan diselenggarakan oleh CCTD UKSW (https://cctd.uksw.edu/) di sepanjang tahun. Pembukanya adalah pembahasan tentang narasi penciptaan di kitab Kejadian, dengan menghadirkan Dr. Bambang Noorsena, pendiri Institute for Syriac Culture Studies. Sebagai ahli teks-teks kuno, diharapkan Dr. Noorsena dapat membedah narasi penciptaan di Kejadian ini dengan keahlian textual analysis-nya. Untuk menghangatkan diskusi, saya akan menanggapi pemaparan beliau, dengan menyandingkan pemahaman tekstual itu dengan pemahaman sains modern. Fokus utama akan berada pada penciptaan alam semesta (the origin of the universe), belum akan menjelajah ke asal-muasal kehidupan (the origin of life) yang akan menjadi porsi diskusi CCTD yang berikutnya. Saya karenanya akan membawa masuk beberapa pemahaman saya tentang kosmologi, juga dari related fields. Di kedua streams itu (textual analysis terhadap narasi kejadian serta pandangan kosmologi tentang asal muasal alam semesta) tentu harus dipahami bahwa tidak hanya ada perspektif tunggal di masing-masing sisi. Kesadaran ini diperlukan untuk membangun posisi pandang yang terbuka tetapi kritis terhadap cara-cara pandang dan isi-isi pemikiran yang ada baik dalam konteks nisbah iman – ilmu ini, maupun di masing-masing.
Sedikit hal, agak aneh menyangkut saya, keterlibatan intelektual saya di domain pengetahuan yang “aneh” bagi saya ini. “Misterius,” entah mengapa kok saya tersedot ke domain pengetahuan seperti ini. Tentu saya harus posisikan diri bukan sebagai seorang kosmolog, atau astronomer, atau fisikawan, atau teologist, religious studies scholar. Saya adalah seorang awam dalam bidang-bidang itu. Namun, pertama, saya adalah seorang intelektual Kristen, seorang pemimpin sebuah universitas Kristen yang punya misi yang berat. Pak Noto sudah memasang palang yang sulit bagi siapapun warga UKSW, soal nisbah iman – ilmu, apalagi ketika kita memasuki era sains dan teknologi yang super maju. Tidak terhindarkan lagi bagi setiap intelektual Kristen di UKSW untuk mau tidak mau perlu agak familiar dengan domain-domain sains dan teknologi itu. Jelas bukan untuk menjadi seorang ahli sebagaimana ahli di bidang-bidang itu, tetapi untuk menjadi seseorang intelektual yg cukup well-informed dengan perkembangan sains dan teknologi. Ini misalnya bisa berimplikasi pada peran publik sebagai seorang intelektual, minimal ketika perkembangan sains dan teknologi memasuki ruang publik, misalnya ke ruang kebijakan publik atau program pembangunan, yang implikasinya bersifat terbuka kepada siapapun. Sederhananya, jika iman tetap mau dipahami sebagai urusan privat, orientasi-orientasi nilai (bersumber dari agama atau worldviews apapun) pada setiap individu, juga kelompok-kelompok sosial, termasuk kelompok-kelompok kepentingan, termasuk pressure groups, suka tidak suka akan berpengaruh masuk dan berimplikasi juga ke dalam ruang publik. Oleh karena itu, agar seorang intelektual Kristen dapat juga “bermain” di ruang publik dengan tetap menjaga relasi kritis imannya dengan pandangan-pandangan dunia (worldviews) yang lain, maka ia mau tidak mau, suka tidak suka, harus membuat dirinya familiar dengan apa yang menjadi powerful forces di dunia modern, di antaranya yang berasal dari perkembangan sains dan teknologi. Dalam hal itu, sebagian hal-hal berkaitan dengan domain pembicaraan dalam diskusi CCTD ini terbentuk pada diri saya karena pendidikan di waktu lampau (misalnya background pendidikan di SMA yang A1/fisika yang meminati dunia partikel/nuklir dan juga alam semesta, termasuk isu kerusakan lapisanozon yang memuat aspek kimia), tetapi terutama terbentuk karena pembelajaran otodidak yang khususnya terjadi di masa menyelesaikan program PhD, tetapi yang telah membentuk kesukaan belajar akan hal-hal itu sampai hari ini.
OK, jika anda juga berminat untuk belajar tentang hal-hal “aneh” ini, ya mari di antaranya kita belajar bersama melalui diskusi ini. Tentu tidak cukup jika stop belajar di webinar ini. Vast resources di dunia internet bisa menjadi pendamping dan energizer semangat belajar seumur hidup yang semoga terbentuk pada diri anda.
Tulisan ini ditulis dan di-share 19 Februari 2021 oleh Neil S. Rupidara, Ph.D diaplikasi Facebook.